Ayo Beli Barang Dagangan mama-mama tanpa Tawar Menawar.

sumber : kawattimur.id

Pertumbuhan Perekonomian semestinya dirasakan oleh semua kalangan. Pemikiran ini yang melatar belakangi penulis dalam membuat tulisan ini.
Kalau kita lihat di Papua Pegunungan terlebih khusus di kabupaten Jayawijaya, kita hanya mendapati para pedagang luar yang mendominasi semua sektor usaha. Sementara masyarakat kita hanya menjadi pengguna dan penonton setia dalam perjalanan perekonomian di lembah hubula.

Sejak dimulainya peradaban dan berdirinya kota tercinta wamena hingga kini, penulis belum menemukan riwayat atau jejak orang lembah hubula yang berdiri secara mandiri di atas tanah ini dan mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian masyarakat.

Yang menjadi pertanyaan, dimanakah para pemilik Lembah Hubula ini ?

Apakah sejak awal dimulainya pemerintahan dan perekonomian, masyarakat Hubula tidak dibekali dengan kemampuan memulai usaha dan cara mengelolanya sebagaimana rekan-rekan kita dari luar Papua ?

Ataukah, Masyarakat hubula dikondisikan untuk tidak melakukan usaha ?

Beberapa pertanyaan ini menjadi perhatian kita semua, bahwa masyarakat hubulu harus menjadi Subjek dalam menggerakan perekonomian Lembah Hubula.

Kalau kita lihat, masyarakat kita hanya melakukan usaha di pasar tradisional untuk mencukupkan kebutuhan sehari-hari dengan beberapa jenis komuditas seperti pertanian dan peternakan yang cukup terbatas pada beberapa kelompok Komuditas (Umbi-umbian, Sayuran, Bumbu, Buah-buahan, Anyaman Noken, Kayu Bakar dan Hasil Ternak). Namun dari beberapa usaha yang disebutkan disini, juga diambil alih oleh saudara/saudari kita dari luar Papua.

Dengan melihat kondisi ini, penulis mencoba mendatangi mama-mama lembah hubula yang sedang berjuang mendapatkan selembar rupiah untuk mencukupkan kebutuhan sehari-hari.

Ujar salah satu mama yang sedang mencari uang untuk membiayai anaknya yang sedang kuliah di luar Papua Jangankan untuk Membiayai pendidikan anak, untuk makan saja terkadang tidak cukup
Dari raut wajah mama lembah yang sedih dan dengan nada suara yang bergelombang, sayapun turut merasa prihatin.

Sementara saya bertanya terkait penghasilan harian mereka, datang seorang ibu dengan pakai rapi dan beramput panjang untuk membeli sayuran hasil bumi yang dikelola secara alami tanpa campuran pupuk seperti para petani diluar sana. Ibu itu menanyakan harga sayuran yang dijual mama-mama. katanya, “Mama, sayur ini harganya berapa?” Jawab mama, “Harganya 20.000” terus kata pembeli “mama, sayurnya mahal skali, bisa kurang k?” Jawab mama tanpa pertimbangan panjang bagaimana susahnya mereka mengelo hasil bumi tersebut ” bisa, ambil 15.000 sudah” terus tawar pembeli tersebut katanya “Mama, 10.000 saja sudah, kalau 15.000 saya tidak ambil” dengan perasaan sedikit kesal dan memikirkan permintaan anaknya yang segera, mama mengisih sayuran dalam kantong dan memberikannya kepada pembeli.

Kemudian saya melihat pembeli tersebut mengeluarkan dompetnya yang berisikan sejumlah uang dengan pecahan 100.000 dan membayarnya kepada mama. Lalu, karena Mama baru memulai jualan dan belum ada pemasukan, Mama pergi ke kios sekitar tempat jualan untuk menukar uang. setibanya di kios, Mama minta tolong ke penjual yang kebetulan bukan orang pribumi untuk menukar uang tersebut, namun kata penjual, “tidak bisa ditukar kecuali dengan membeli barang dagangannya terlebih dahulu”. Akhirnya dengan terpaksa mama membeli barang kios dengan harga 5.000 tanpa tawar menawar. Usai menurkarkan uang, Mama mengembalikan 90.000 kepada pembeli beramput panjang. Dari penjualan pertama, mama hanya bisa menyimpan 5.000 untuk memenuhi permintaan anaknya.

Singkat cerita, Mama lembah hubula sampaikan bahwa “kami sangat susa mendapatkan uang sesuai dengan kebutuhan kami, karena seperti yang baru saja terjadi, penjualan kami tidak seperti yang kami harapkan. Selalu saja ada pembeli yang menawar barang dagangan kami.

Dengan peristiwa diatas, maka perlu kita sadari bahwa pertumbuhan ekonomi mestinya terjadi secara merata. Jangan ketika kita berbelanja di Toko atau Kios yang notabennya di kelola oleh Masyarakat Non Papua kita tidak bisa menawar harga sedangkan ketika membeli di mama-mama lembah hubula kita maunya yang murah dan bahkan lebih mudah dari harga yang ditawarkan.

Dengan tulisan ini, Penulis mengajak kepada seluruh masyarakat yang ada di lembah ini untuk TIDAK MENAWAR HARGA BARANG YANG DIJUAL OLEH MAMA-MAMA KITA karena pendapatan mama-mama kita terletak pada penjualan hasil bumi, tidak ada pengahasilan lain yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidup mereka.

“DENGAN TIDAK MENAWAR HARGA, ANDA MENGHIDUPI MASYARAKAT TERCINTA DI LEMBAH INI.”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *